Melihat Konsistensi Nyata SKT dalam Menjaga Kestabilan Perekonomian dan Meningkatkan Lapangan Kerja di Indonesia
Sigaret Kretek Tangan (SKT) telah lama menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Indonesia. Selain menjadi produk konsumsi, sigaret kretek tangan juga memiliki dampak nyata yang signifikan terhadap perekonomian dan penyediaan lapangan kerja di Indonesia.
Lantas bagaimana konsistensi sigaret kretek tangan dalam menjaga kestabilan perekonomian dan menyediakan lapangan kerja di tengah dinamika sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia?
Sebelum menuju kesana, mari memahami terlebih
dahulu sebenarnya bagaimana sih awalnya ditemukan sigaret kretek tangan ini.
Sejarah dan Budaya Sigaret Kretek Tangan
Sigaret kretek
tangan, yang dikenal dengan rasa khas campuran dari tembakau dan cengkeh telah menjadi salah satu warisan budaya di Indonesia. Sejak ditemukan oleh Haji Djamari, SKT berkembang menjadi industri besar
yang melibatkan jutaan pekerja dari berbagai lapisan masyarakat. Produksi
SKT tidak hanya mengandalkan teknologi modern, tetapi juga
mempertahankan sentuhan tradisional yang membuatnya unik.
Diceritakan
dalam buku berjudul Kretek: Kemandirian dan Kedaulatan Bangsa Indonesia oleh Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK) bahwa seseorang bernama Haji Djamari mengalami sakit di bagian dada dan
memutuskan untuk mencari solusi. Dengan inisiatif pribadinya, ia
mengaplikasikan minyak cengkeh pada area yang sakit dan berhasil menghasilkan
pengurangan rasa sakit yang signifikan.
Tidak puas dengan itu, Haji Djamari melanjutkan eksperimennya dengan mencampur cengkeh dan tembakau, menciptakan rokok unik yang akhirnya memberikan sensasi berbeda yang digemari hingga kini.
Memang saat itu rokok sudah dikenal secara umum, terutama di kalangan pria. Namun
apa yang dilakukan Haji Djamari dengan menambahkan cengkeh, ternyata membawa
inovasi yang berhasil menciptakan pengalaman merokok yang baru. Hasil
eksperimennya tidak hanya menghasilkan rokok yang lebih nikmat namun juga belum pernah
ada sebelumnya.
Kabar
tentang rokok khas Haji Djamari cepat menyebar, menarik minat sanak saudara dan
tetangga untuk mencoba penemuan tersebut. Seiring berjalannya waktu, pesanan
rokok mulai mengalir, dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering.
Haji
Djamari meninggal pada tahun 1890 namun warisan inovasinya tetap hidup. Hingga
16 tahun kemudian, Nitisemito, yang hari ini dikenang sebagai raja kretek
terkenal asal Kudus, mengenali potensi
bisnis rokok sebagai peluang yang menjanjikan.
Lantas
pada tahun 1908, bisnis rokok Nitisemito secara resmi terdaftar dengan merek
"Tjap Bal Tiga", menandai awal perkembangan industri rokok di
Indonesia.
Menariknya, bahkan
diceritakan juga dalam buku yang sama,
bahwasanya pernah KH Agus Salim, salah seorang “tokoh pendiri bangsa” ini, sempat
mengebulkan kreteknya dalam sebuah perjamuan di Istana Buckingham ketika
penobatan Elizabeth II sebagai ratu Inggris.
Aroma yang khas lantas tercium di ruang perjamuan sehingga memancing salah seorang hadirin bertanya, “Tuan sedang menghisap apa itu?” The Grand Oldman, begitu julukan Agus Salim, langsung menjawab, “Inilah yang membuat nenek moyang Anda sekian abad lalu datang dan kemudian menjajah negeri kami.” kata Agus Salim
Agus
Salim berkata demikian karena kretek memang tak lain adalah perpaduan antara
campuran tembakau dan cengkeh (Syzygium aromaticum), tanaman rempah legendaris
yang menjadi sumber kolonialisme Eropa atas Asia, termasuk Indonesia.
Demikianlah,
industri kretek merupakan salah satu industri yang pertama kali lahir di negeri
ini. Dan selama lebih satu abad lamanya, industri ini tetap bertahan melewati
berbagai gejolak krisis perekonomian dunia.
Dampak Perekonomian yang Nyata dan Konsisten
Sektor industri tembakau, khususnya sigaret kretek tangan, turut memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Pajak yang diterima pemerintah dari industri ini digunakan untuk mendukung berbagai sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Mengutip dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) tercatat bahwa penerimaan cukai hasil
tembakau (CHT) hingga akhir Agustus 2023 adalah sebesar Rp126,8 triliun.
Meskipun perdebatan mengenai etika rokok terus berlanjut, fakta tetap
menunjukkan bahwa industri ini memberikan dampak nyata dan
konsisten terhadap perekonomian Indonesia.
Jelas, sebagai salah satu penghasil pendapatan terbesar negara, industri ini membayar pajak yang signifikan kepada pemerintah. Pendapatan pajak ini kemudian digunakan untuk mendanai berbagai program pembangunan dan proyek infrastruktur guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Pertumbuhan Lapangan Kerja yang Inklusif
Industri sigaret kretek tangan juga turut menjadi penyedia lapangan kerja utama bagi jutaan pekerja di
seluruh Indonesia. Proses produksi yang melibatkan berbagai tahap, mulai dari
penanaman tembakau hingga distribusi produk akhir, menciptakan rantai pasok
yang panjang.
Kementerian
Perindustrian mencatat, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri
hasil tembakau (IHT) sebanyak 5,98 juta
orang, terdiri dari 4,28
juta adalah pekerja
disektor manufaktur dan
distribusi. Serta sisanya 1,7 juta bekerja di sektor perkebunan (tembakau dan
cengkeh).
Hal
ini tentu berdampak positif pada ekonomi lokal di berbagai daerah, terutama di
wilayah-wilayah yang memiliki tradisi panjang dalam bercocok tanam tembakau.
Penciptaan lapangan kerja ini
tidak hanya memberikan penghasilan bagi pekerja tetapi juga mendukung
keberlangsungan hidup keluarga mereka. Hal ini menjadi kunci untuk mengurangi
tingkat pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Bahkan peran industri ini dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia, khususnya dalam hal melibatkan Perempuan patut diacungi jembol, menghadirkan sebuah fenomena yang menarik dan berbeda.
Menurut data Dari Aliansi Masyarakat Tembakau
Indonesia (AMTI), hampir 97% dari pekerja di sektor ini adalah perempuan.
Mereka tidak hanya berperan sebagai pekerja, tetapi juga sekaligus sebagai penopang
ekonomi keluarga.
Mereka bukan hanya pekerja biasa, melainkan agen perubahan sosial yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Ini adalah contoh nyata bagaimana industri ini khususnya sigaret kretek tangan dapat memberikan dampak positif dalam mengatasi isu ketenagakerjaan, terutama bagi perempuan di Indonesia.
Tak hanya menyerap tenaga kerja perempuan, industri ini juga turut mempengaruhi pemberdayaan ekonomi lokal secara signifikan. Masyarakat di sekitar lokasi industri ini tentu memiliki kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan terkait baik secara langsung maupun tidak.
Banyak warung-warung makan hadir dan bertumbuh, menyediakan pangan maupun
cemilan untuk para pekerja. Tentu hal ini tidak hanya akan meningkatkan taraf
hidup penduduk setempat tetapi juga berpotensi besar mengurangi ketidaksetaraan
ekonomi antar wilayah.
Contoh
lainnya bisa dilihat pada industri pertanian tembakau dan cengkeh yang juga mengalami
pertumbuhan seiring dengan meningkatnya permintaan atas keduanya untuk proses produksi. Begitu pula dengan sektor transportasi dan logistik yang akan mengalami
peningkatan aktivitas karena distribusi SKT ke berbagai wilayah di Indonesia.
Demikianlah, sigaret kretek tangan telah menjelma menjadi lebih dari sekadar produk konsumsi. SKT mencerminkan sejarah, budaya, dan dinamika ekonomi Indonesia.
Konsistensi industri SKT dalam
menjaga kestabilan perekonomian dan meningkatkan lapangan kerja adalah
kenyataan yang tidak dapat diabaikan. Sebagai bagian integral dari kehidupan
masyarakat Indonesia, benar adanya jika SKT turut membentuk lanskap ekonomi, sosial dan masyarakat Indonesia selama bertahun-tahun.
Posting Komentar