Jaga Bumi dan Tangkal Krisis Energi Lewat Sejuta Surya Atap

Daftar Isi


Mayoritas kita pasti pernah mengeluhkan teriknya panas matahari yang menyengat. Biasanya diawali dengan perkataan, “Ini perasaan gue aja atau memang hari ini lagi panas banget sih?”. Jika sudah begini aktivitas yang pasti dilakukan tentu menyalakan pendingin ruangan seperti kipas angin atau AC.


Di Indonesia, musim kemarau pasti terjadi biasanya di bulan April hingga Oktober. Cuaca panas bisa membuat suhu udara mencapai angka 34 derajat celsius. Kembali pada kebiasaan masyarakat saat menghadapi cuaca panas, coba bayangkan jika 250 juta penduduk Indonesia melakukan hal serupa di waktu yang sama.


Hitung sendiri berapa banyak energi listrik yang akan dihabiskan? Itu belum termasuk penggunaan energi listrik untuk peralatan rumah tangga lainnya. Disadari atau tidak, penggunaan energi listrik nasional terus mengalami peningkatan secara signifikan.


Kementerian ESDM mencatat jika konsumsi listrik nasional masyarakat Indonesia tahun 2019 mencapai 1.084 kWh/kapita. Per Juni 2020, secara khusus meski konsumsi listrik nasional secara keseluruhan turun, konsumsi listrik sektor pelanggan rumah tangga mengalami kenaikan hingga 9.84 persen. Angkanya naik mencapai 118,44 terawatt hour (TWh).


Pandemi Covid-19 memang mengharuskan kita menghabiskan banyak aktivitas di rumah dan siapapun tak bisa memungkiri keterlibatan listrik sebagai elemen penting bagi kehidupan. Namun coba bayangkan sekali lagi jika 250 juta jiwa penduduk melakukan hal serupa, terus menerus tanpa henti, sudah pasti kita akan krisis energi sebab hingga hari ini bahan baku PLN dalam menghasilkan listrik 60 persennya masih berasal dari batubara.


Batubara sendiri selain asap pembakarannya mengakibatkan polusi udara, merupakan salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Artinya memiliki jumlah terbatas dan akan habis dalam sekali pakai tanpa dapat dikembangkan lagi.


Hal ini harusnya menjadi perhatian kita bersama. Sumber daya alam ini sudah tidak bisa diperbarui, turut memberi bahaya pula bagi kelangsungan hidup dan lingkungan. Ini menuntut kita untuk bijak bersikap karena berhemat energi saja pun dirasa tak akan cukup.


Aktivis Renuka Saroha mengatakan jika penggunaan batubara menyebabkan persoalan sangat serius bagi lingkungan. Menurutnya batubara adalah awal dari kematian manusia, lingkungan dan kebudayaan.


Sudah saatnya mendorong penggunaan energi baru terbarukan lewat pemanfaatan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Indonesia punya banyak sumber daya alam yang ketersediaannya akan selalu ada jika terdapat usaha untuk terus mengembangkannya.























Negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia setelah Cina, India dan Amerika ini sebenarnya punya banyak kelebihan. Apa kelebihan Indonesia yang patut kita banggakan? Sudah pasti banyak sekali. 


Selain sangat luas, Indonesia pun letaknya sangat strategis. Jika dilihat dari segi geografis, Indonesia terletak di antara 5° 54′ 08″ bujur utara hingga 11° 08′ 20″ bujur selatan dan 95°00’38“ sampai 141°01’12“ bujur timur.


Indonesia punya 17.000 pulau dan 7.000 pulau sudah berpenghuni dengan beberapa pulau dilewati garis ekuator. Garis ekuator ini atau yang kita kenal sebagai garis khatulistiwa membuat Indonesia kian istimewa.


Garis ini adalah acuan dalam proses penentuan perbedaan iklim, cuaca, musim serta posisi matahari sepanjang tahun. Posisi garis khatulistiwa Indonesia ternyata dekat dengan matahari. Itulah mengapa Indonesia memiliki waktu siang dan malam yang sama, yaitu 12 jam.


Letak strategis ini membuat penduduk Indonesia punya lebih banyak kesempatan menikmati sinar matahari. Konon masyarakat bisa mendapat angka capaian hingga 2.000 jam setiap tahun sepuasnya dengan gratis.


Lantas jika di tanya apa yang sudah kita lakukan dengan melimpahnya semua sinar matahari tersebut? Apakah kita memanfaatkannya dengan baik atau justru sebaliknya?


Matahari mengalirkan banyak energi untuk Indonesia, bukti nyata cintanya Tuhan untuk kita. Sinar matahari yang bersinar sepanjang tahun selain ramah lingkungan, juga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai alternatif energi baru terbarukan. Hampir seluruh daerah di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) sebagai pasokan listrik ramah lingkungan.


Melihat sedikit kebelakang, sebenarnya PLTS sudah mulai dikembangkan sejak zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saat ini pembangkit listrik tenaga surya terbesar ada di Desa Wineru, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.


Disana ada 64.620 hamparan panel surya, tersusun rapi membentang di atas ladang seluas 29 hektar. Kehadirannya menjadi sumber energi listrik baru, penopang sistem kelistrikan jaringan PLN Sulawesi Utara - Gorontalo dengan kapasitas mencapai 15 MWp sejak 5 September 2019.


Indonesia pun juga tengah merencanakan konstruksi PLTS Terapung Cirata. Pembangun PLTS Terapung berkapasitas 145 mega watt peak (MWp) ini memecahkan rekor pembangkit bertenaga surya terbesar se-ASEAN mengalahkan PLTS di Filipina, Cadiz Solar Powerplant sebesar 132,5 MW. 


Perencanaannya telah dituangkan pada kesepakatan Power Purchase Agreement (PPA) antara konsorsium investor PT. PJB Investasi (PT PJBI dan Masdar) dan PT. PLN (Persero) senilai US$ 129 juta, yang ditandatangani 12 Januari lalu di Abu Dhabi.


PLTS Terapung Cirata akan dibangun di Waduk Cirata, Purwakarta dengan target konstruksi selama 16 bulan. Di luas area hampir 240 Ha yang terpakai, harga jual tenaga listrik nya mencapai 5,8179 cUSD/kWh.


Beberapa tahun terakhir perkembangan pemanfaatan energi baru terbarukan memang mengalami peningkatan pesat di seluruh dunia. Perkembangan energi baru terbarukan lewat matahari, angin bahkan biomass kian menjadi primadona.


Negara maju seperti Jerman bahkan sudah menjadikannya sebagai sumber energi utama untuk menghasilkan listrik. Jerman menjadi negara dengan konsumsi energi baru terbarukan terbesar di dunia, totalnya mencapai 12,74 persen. Revolusi energi dengan memanfaatkan sinar matahari telah menyumbang 40 persen energi listrik hingga penggunaan batubara berhasil dikurangi.


Jerman sudah melakukan aksi nyata menunjukkan kuatnya keinginan menjaga lingkungan dengan gencar mengkampanyekan pemanfaatan energi baru terbarukan. Bagaimana dengan Indonesia? Tak hanya lewat PLTS saja, aksi nyata mewujudkan transisi konsumsi energi dengan memanfaatkan sinar matahari juga dilakukan lewat Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap.























Gerakan yang di deklarasikan pada 13 September 2017 lalu tersebut mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap-atap perumahan, gedung perkantoran, bangunan komersial, kompleks industri, rumah ibadah dan fasilitas-fasilitas publik. 























Selain ramah lingkungan, PLTS Atap punya keuntungan finansial yang tinggi. Dengan adanya sistem surya atap di suatu rumah, dapat dipastikan bahwa rumah tersebut akan lebih hemat listrik dibandingkan rumah biasa. 

Contoh nyata bisa kita lihat di Kediri Family Residence, di perumahan ini setiap unit rumah terpasang PLTS Atap on grid (tersambung PLN) kapasitas 1000 wp. Pemakaian listrik yang dapat dihemat dari kapasitas tersebut hingga Rp. 225.000 per bulan.


PLTS Atap Di Tiap Unit Rumah Kediri Family Residence
Ig : kediri_family_residence
























Keuntungan lainnya adalah terbebas dari beban inflasi tarif listrik yang nilainya terus meningkat. Ini dikarenakan dengan menggunakan PLTS Atap sama artinya dengan memproduksi listrik secara mandiri. 


Listrik hasil produksi bisa digunakan langsung oleh penghuni rumah dan surplus atau lebihan produksi listrik akan dikirim ke jaringan PLN. Selanjutnya, dicatat sebagai kredit yang otomatis mengurangi tagihan listrik bulan berikutnya.  


Penerapan PLTS Atap di fasilitas publik dapat juga kita temukan di Stasiun Kereta Api Batang Jawa Tengah. Stasiun ini menjadi stasiun kereta api pertama yang menggunakan panel surya di atapnya dan menghasilkan lebih dari 6000 watt listrik. Efisiensi biaya energi listrik yang berhasil ditekan mencapai 50 persen lho.  


Di tengah laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, sudah menjadi tugas kita untuk menjaga kondisi bumi. Keseimbangan alam akan tetap terjaga di tengah padatnya aktivitas jika transisi pada konsumsi energi dilakoni. Peran ini bukan hanya tugas pemerintah semata, masyarakat pun harus bertindak nyata.


Masyarakat Indonesia harus turut serta menggencarkan penggunaan energi baru terbarukan. Salah satu cara untuk turut berpartisipasi adalah dengan menerapkan pemasangan PLTS Atap. Selain untungnya tinggi kita pun turut berkontribusi menjaga bumi. Dengan begitu ancaman  krisis energi bisa kita atasi.


Jika 10 juta rumah memasang PLTS Atap di masing-masing rumahnya dengan kapasitas 4 KW saja, capaian yang didapat bisa 4,000 MWp. Bayangkan jika ada 250 juta masyarakat melakukan hal serupa di atap rumahnya. Hitung sendiri berapa besar manfaat yang bisa kita dapat. 


 

Yuk, Jadi Superhero Penjaga Bumi!

Posting Komentar